.

LightBlog
LightBlog

Senin, 13 September 2021

Wakil Rais Majelis Ilmi PP JQHNU: Skill Al-Quran Harus Dibungkus dengan Spritualitas

Wakil Rais Majelis Ilmi PP JQHNU: Skill Al-Quran harus di bungkus dengan spritualitas!

Dalam agenda semaan rutinan mingguan JQH NU Kabupaten Cirebon, hadir pula Wakil Rais Majlis Ilmi PP JQH NU, KH. Lukman Hakim. Dalam kesempatan yang mulia itu, beliau membuat sebuah ilustrasi tentang keagungan seorang penghafal Al-Qur'an dibandingkan penghafal Al-Qur'an lainnya.

 “Saya mengambil inspirasi dari rotan, rotan itu tanaman yang biasanya tumbuh di hutan belantara, dia nyaris menjadi tanaman yang sekan menjadi semak belukar. Untuk bisa mendapatkanya pun harus menuju hutan dan penuh tenaga ekstra,” katanya

Ia menuturkan, rotan yang hari ini mengkilap itu melewati proses dari tangan yang cakap, dan pada akhirnya nilai rotan dari tidak menarik melalui tangan yang cakap ia berdaya jual tinggi.


“Kalau kita ingin belajar dari rotan ini, dari yang tidak menarik kemudian disentuh dengan tangan yang cakap maka ia menjadi nilai yang luar biasa. Hidup itu pilihannya ada di tangan kita, apakah kita ingin lahir dari karya indah berdaya jual tinggi atau kah mau biasa saja?,” ujar Wakil Rais Majelis Ilmi Pimpinan Pusat JQHNU itu


Kita oleh Allah dianugerahi yang nilainya lebih dari rotan itu, kata Kiai Lukman, seluruh yang  Allah turunkan  ke bumi nilainya tidak ada yang melebihi al-Qur’an.


“Kata Imam Zamakhsyari, al-Qur’an itu ‘ajallu wa ‘adhomun ni’am. Jadi Kenikmatan terbesar di muka bumi ini yaitu al-Qur’an. Hanya masalahnya apakah kalau kita sebagai sang creator kira-kira kita menyentuhnya dengan tangan yang cakap atau dengan tangan yang bisasa saja?,” tuturnya


Dalam hal kreasi biasanya ada dua model, lanjut Kiai Lukman, misalnya sama-sama membuat keris tetapi model dari sosok yang berbebda, yakni orang pandai besi dan empu. Sama-sama membuat keris tetapi yang dibuat oileh sang empu itu kenapa nilainya lebih?


“Pandai besi menjadikan keris dari bahan baku baja dengan tangan yang cakap melahirkan nilai luar biasa. Tetapi ada lagi yang dibuat dari sang empu, dia tidak hanya mengandalkan kompetensi kecakapannya saja, tetapi diintegrasikan dengan spiritualitas,” imbuhnya


Kiai Lukman menjelaskan, kata guru saya, orang yang menghafal al-Qur’an itu skill. “Jadi, jika menghafal Qur’an lancar itu memang ada kompetensinya, itu dikasih oleh Allah berupa kecakapan. Tetapi akankah nilainya apakah sama dengan empu pembuat keris itu? Atau kah nilainya seperti pandai besi? Semua itu tergantung dari kitanya mau mengintegrasikan al-Qur’an dengan sisi spiritualitas atau tidak,” kata Kiai Lukman


Kiai Lukman mencontohkan, Sama-sama pelaku kompetensi al-Qur’an di Indonesia itu banyak, tetapi kenapa yang ini muncul agung, kenapa yang satunya lagi biasa saja? Contoh, Kiai Munawwir, hari ini sanad Qur’an itu rujukannya ke beliau. Pertanyaannya, kenapa beliau oleh Allah dianugerahi karya al-Qur’annya sangat agung? Sudah puluhan tahun beliau meninggalkan kita, tetapi kalau kita berbicara sanad Qur’an pasti rujukannya ke beliau.


“Jawabannya karena memang beliau disamping kompetensi al-Qura’nnya luar biasa, juga dibarengi dengan spiritualitas. Riyadhoh Qur’annya Kiai Munawwir itu yang belum tentu dapat kita tiru. Riyadhohnya 3 tahun pertama per seminggu sekali khatam al-Qur’an, tidak pernah satu hari pun absen. 3 tahun berikutnya 3 hari sekali khatam, jadi sehari 10 juz. 3 tahun berikutnya per 1 sekali beliau khatam,” tukasnya


Ia memaparkan, kompetensi al-Qura’nnya di atas rata-rata dibarengi lagi dengan spiritualitas yang di atas rata-rata pula, maka wajar jika karya al-Quran’nya begitu luar biasa.


“Contoh lagi Kiai Arwani yang beliau ngaji langsung ke Kiai Munawwir. Beliau itu jika hendak mengaji subuh, siap-siapnya sudah sedari pukul 01:00 dini hari. Dan istiqomah beliau terhadap al-Qur’an semua orang menyaksikan,” ujar Kiai yang akrab disapa Kang Lukman itu


Jadi semua orang hebat itu tidak mengandalkan kompetensinya saja. Ujar Kiai Lukman, jadi jika hari ini kita menghafalnya sudah bagus, bacaannya lancar, itu sebetulnya baru sentuhan kompetensi.


“Jika kita ingin lebih baik, maka ikhtiarnya harus lebih. Maka balik lagi, jika rotan ini proses pembuatannya sembari membaca selawat saya yakin nilainya bakal lebih tinggi. Energi itu lah yang sebenarnya bakal menjadikan luar biasa. Kalau kita dedikasinya ditotalitaskan ke al-Qur’an saya yakin orang itu rizkinya jalurnya dari al-Qur’an dan kemuliaannya dari al-Qur’an,” tandasnya

LightBlog